Related to “study” & “work”, there’re two short illustrations that can inspire you, Friends..:)
Here they are:
Seorang cendekiawan menumpang perahu di sebuah danau. Ia bertanya pada tukang perahu, “Sobat, pernahkah Anda mempelajari matematika?”
”Tidak.”
”Sayang sekali, berarti Anda telah kehilangan seperempat kehidupan Anda. Atau, barangkali Anda pernah mempelajari ilmu filsafat?”
”Itu juga tidak.”
”Dua kali sayang, berarti Anda telah kehilangan lagi seperempat dari kehidupan Anda.”
”Bagaimana dengan sejarah?”
”Juga tidak.”
”Artinya seperempat lagi kehidupan Anda telah hilang.”
Tiba-tiba angin bertiup kencang dan terjadi badai. Danau yang tadinya tenang menjadi bergelombang, perahu yang ditumpangi mereka pun oleng. Cendekiawan itu pucat ketakutan. Dengan tenang tukang perahu itu bertanya, ”Apakah Anda pernah belajar berenang?”
”Tidak.”
”Sayang sekali, berarti Anda akan kehilangan seluruh kehidupan Anda.”
Ilustrasi singkat di atas mengajarkan kita beberapa hal:
1) Kita tidak boleh sombong. Firman Tuhan mengatakan bahwa orang yang tinggi hati akan direndahkan. Sebaliknya, orang yang rendah hati akan ditinggikan pada waktunya.
2) Setinggi apa pun pendidikan kita, kita tidak mungkin menguasai semua ilmu, apalagi keterampilan.
3) Kita membutuhkan orang lain, tidak peduli seberapa rendah pendidikan orang itu.
Xavier Quentin menulis di salah satu bukunya (”Berani Berpikir Besar”) bahwa kisah cendekiawan yang sombong tersebut mengingatkannya pada cerita seorang temannya, Dave Hagelberg.
Suatu kali, ketika mereka sama-sama berdiri di sebuah pantai, Dave Hagelberg bercerita bahwa temannya pernah tenggelam di pantai. Temannya itu seorang doktor di bidang geocoastal morphologist, yaitu sebuah cabang ilmu mengenai perpantaian yang sangat langka dimiliki ilmuwan lain.
Suatu hari sang doktor ahli pantai ini berdiri di suatu tempat di sebuah pantai dan ditegur oleh seorang nelayan.
”Tuan, jangan berdiri di situ! Tempat itu sangat berbahaya.”
Dengan tertawa ’ngakak’, sang doktor ahli pantai itu berkata, ”Di dunia ini tidak banyak orang yang lebih mengerti seluk-beluk perpantaian daripada saya.”
Rupanya, ucapannya itu adalah kata-katanya yang terakhir. Ombak laut menerjang di tempat ia berdiri, menyeretnya ke tengah laut, dan ia pun lenyap.
Readers, biarlah melalui kisah di atas, kita menyadari bahwa hal-hal duniawi, entah harta, uang, ataupun ilmu pengetahuan, bukanlah hal yang terpenting dalam hidup kita, apalagi sebagai pemuda-pemudi Kristen.
Sebagai pemuda-pemudi, kita rela melakukan apa saja demi ilmu pengetahuan, uang, dan hal-hal duniawi lainnya. Memang, ilmu pengetahuan dan harta penting.Tapi kita harus sadar, bahwa hidup akan sangat hampa tanpa relasi yang akrab dengan Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat kita. Seperti ungkapan ”di atas langit masih ada langit”, demikian jugalah ilmu pengetahuan dan harta. Sebanyak apapun ilmu pengetahuan yang kita miliki, pasti masih ada hal-hal yang tidak kita kuasai, karena bagaimanapun juga kita ini hanya manusia biasa. Sama halnya dengan uang/harta. Sebanyak apapun harta kita, kita tidak akan pernah puas. Apalagi jika melihat ada orang lain yang lebih kaya, kita akan semakin terpacu untuk mengumpulkan lebih banyak lagi harta duniawi. Jangan lupa, kuasa Tuhan bisa saja mengambilnya sewaktu-waktu. Selain itu, saat kita mati, kita toh tidak bisa membawa uang dan harta kita itu.
Oleh karena itu, marilah kita semua rindu untuk memiliki relasi yang akrab dan intim dengan Yesus Kristus, sampai akhir hayat kita. Stop materialisme dan hedonisme!