Pages

Wednesday, October 5, 2011

Terima Kasih, Ayah

Guys, seperti halnya kita merindukan Mama, pastinya kita juga merindukan Papa, right?
Banyak yg bilang klo hubungan seorang ayah & anak perempuannya juga gak kalah akrabnya dibandingin sama ibu, lho! Sampe ada istilah "Daddy's Girl" buat anak2 perempuan yang punya hubungan deket bgt sama papanya. Hehehe...
Nah, you may say that I'm one of "Daddy's Girl", I've never been lack of Daddy's love..:)
Thx God, for giving me such a wonderful & amazing Daddy..^.^

Love u, Dad..:)

Ayahku mendapatkan pekerjaan pertama pada umur sebelas tahun, yaitu membersihkan sampah di luar jalur bowling. Dua tahun kemudian, ayah dari ayahku (kakekku) meninggal dunia, sehingga ayahku melakukan kerja serabutan, menjadi penyaji makanan selama masa Depresi. Sepuluh tahun setelah itu, Ayah jatuh cinta, menikahi ibu, dan mendapat seorang bayi perempuan, dan kemudian delapan anak lagi. Selama tahun-tahun itu, ayah selalu menjalani kegiatan rutin yang tidak pernah ia langgar. Ia selalu bangun sebelum jam enam pagi, naik kereta ke tempat kerja, dan baru pulang setelah jam 5.30 sore. Setelah makan malam, ayah menghabiskan sisa petang di gudang bawah tanah, membuat bagian-bagian gigi untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
            Dua tahun yang lalu, pada usia enam puluh empat tahun, ayah pensiun. Ketika aku masih kecil, ibu dan ayah berhasil menyembunyikan fakta bahwa kami miskin. Kami semua masuk sekolah Katholik dan selalu mempunyai banyak peralatan sekolah. Kami tidur di tempat tidur susun dari besi, bersama-sama memakai satu kamar mandi, dan menonton televise dari pesawat TV kecil hitam-putih yang diletakkan di ruang duduk. Ibu dan ayah tidak pernah membeli apa pun untuk diri mereka sendiri. Mereka menjepit kupon-kupon, mengenakan sepatu karet yang sama selama dua puluh tahun, dan menjahit pakaian robek bersama-sama setiap Sabtu sore.
            Pada pesta pensiun, aku ingin mengucapkan terima kasih kepada ayah atas segala kerja keras dan pengorbanannya, dengan membelikannya hadiah terbaik yang dapat kupikirkan. Aku ingin membelikannya televise layer lebar yang tak pernah dapat dibelinya, atau membiayai liburannya, liburan yang tak pernah diambilnya. Ketika berbelanja, aku menyadari bahwa benda apa pun yang kubeli takkan dapat mewakili rasa terima kasihku kepada ayah. Ayah memberiku teladan melalui kerja keras dan imannya kepada Tuhan, bahwa hadiah-hadiah tehebat berasal dari hati, bukan dari toko. Malam itu, aku duduk dan menulis sebuah daftar “Terima kasih” untuk ayahku atas segala yang telah dilakukannya untukku. Aku meninggalkan daftar itu di meja dapur agar ayah bisa membacanya sebelum pergi bekerja pada hari kerjanya yang terakhir.

Terima kasih , Ayah,

  • Karena Ayah bangun setiap pagi untuk pergi bekerja ketika hari masih gelap, sementara kami tidur di ranjang-ranjag kami yang hangat.
  • Karena ayah mengajari kami berdoa.
  • Karena ayah mengasihi ibu dengan seluruh hatimu.
  • Karena ayah memelukku  ketika aku sangat membutuhkan pelukan.
  • Karena ayah sering tersenyum.
  • Karena ayah mengajarku bersorak-sorak memberi semangat bagi yang kalah.
  • Karena ayah berdoa untukku.
  • Karena ayah bertempur bagi negeri kami dalam perang.
  • Karena ayah mengajariku untuk bersikap murah hati kepada orang-orang yang kurang beruntung.
  • Karena ayah menjadi seorang kakek yang baik sekali.
  • Karena ayah memberitahuku bahwa aku boleh menangis.
  • Karena ayah menjadi pahlawanku. 
  • Karena ayah menjadi sahabatku.

    By: James Ruka
    (Chicken Soup for the Father’s Soul)



3 comments:

  1. sampe nangis aku mbaca tulisan ini...kisah yang sungguh inspiratif...

    ReplyDelete
  2. Semua orang tua yang mencintai anak-anaknya akan selalau berusaha untuk mengorbankan kebahagiaannya sendiri demi kebahagiaan anak-anaknya. Satu teladan hidup yang sangat berharga. Thanks

    ReplyDelete